Denny Jigibalom
(English Translation Below)

Kalau kamu ingin menjadi seorang Rootsman, keinginanmu harus begitu besar sehingga generasi setelah kita memiliki landasan bagi mereka untuk berpijak ke tingkat yang lebih tinggi. Kita harus menginginkan kesempatan-kesempatan, harapan-harapan dan keindahan lingkungan yang sama yang kita nikmati juga dapat dinikmati oleh anak-cucu kita. Adik-adik kita, anak-cucu kita, mereka yang berharap banyak dari kita—mereka berhak akan begitu banyak hal. Oleh karena itu kita perlu melakukan apapun yang bisa kita lakukan untuk meratakan jalan bagi generasi yang lebih muda karena merekalah generasi yang akan mewujudkan harapan kita.
Sejak saya masih kecil, saya sudah menaruh rasa hormat yang tinggi kepada kaka Denny. Dia telah menjadi contoh bagi saya dan menunjukkan begitu banyak hal tentang bagaimana menjadi seorang Rootsman sejati. Setelah lulus SMA dan kuliah dan mendapatkan lisensi pilotnya, ia kini menerbangkan pesawat Trigana ke seluruh Indonesia. Dia juga seorang suami dan ayah yang luar biasa, dengan setia melayani kebutuhan keluarganya hari demi hari. Selain pekerjaannya, ia juga mencurahkan hatinya pada kehidupan anak-anak yang ia sebut sebagai “adik-adik yang lupa jalan pulang”. Mereka adalah anak-anak jalanan di kota Wamena yang tidak bersekolah, tidak punya rumah, tidak punya pekerjaan, dan biasanya tidak melakukan apa-apa selain berkeliaran di jalanan. Denny mengasihi anak-anak ini sepenuh hatinya. Dia melihat mereka sebagai masa depan, yang mana seharusnya kita juga bisa melihat demikian. Dia tahu betapa pentingnya generasi berikut dan nilai mereka sebagai harapan Papua.
Fokusnya untuk berbagi hidup dengan anak-anak ini dan menjadi teladan yang bagi mereka begitu sederhana dan efektif. Pola hidup yang tidak egois, penuh kebaikan dan saling mengasihi adalah sesuatu yang mudah menular dan Denny berharap ada perubahan yang akan dilakukan oleh anak-anak ini dengan melihat teladan baik yang ia hidupi. Denny juga ingin memberikan mereka kesempatan kedua. Karena solusi untuk permasalahan anak jalanan tidak semudah menyuruh mereka kembali ke sekolah atau kembali ke keluarga mereka lagi, Denny memutuskan untuk melakukan semua dengan perlahan. Dia begitu sabar menghadapi anak-anak yang ia temukan berkeliaran di jalanan. Seringkali ia membawa mereka ke rumahnya dan mengijinkan mereka tinggal sehari atau dua hari, tapi tidak secara cuma-cuma. Denny ingin menunjukkan kepada anak-anak itu bahwa jika ia memberikan semua secara gratis, mereka akan bergantung kepada Denny. Dengan mengajarkan mereka kemampuan-kemampuan sederhana seperti berkebun, mekanika sederhana dan fotografi, Denny memberikan harapan dan kemandirian kepada anak-anak ini. Mereka diberikan peluang untuk bekerja dan berbangga atas apa yang mereka hasilkan.
Hal lain yang Denny lakukan adalah ia berjuang demi budaya. Dia melakukan apapun untuk membantu melestarikan keindahan budaya asli Papua. Dengan kata-katanya sendiri Denny menggambarkan kemerosotan budaya yang terjadi di Papua. “Perpustakaan Kebudayaan sedang terbakar,” kata Denny, “Apakah kita akan menunggu sampai truk pemadam kebakaran datang dengan resiko kita akan kehilangan semua kebudayaan terbakar dan musnah, ataukah kita akan mencoba dengan semua yang kita bisa untuk menyelamatkan buku-buku yang bisa kita selamatkan dan memadamkan api dengan air yang kita punya?” Denny juga mendorong anak-anak jalanan untuk mempelajari dialek suku mereka sendiri. Dia mengatakan pada mereka, “kalau bahasamu dan budayamu mati, selesai sudah. Orang yang bisa belajar kalian punya Bahasa dan budaya adalah kalian sendiri!”. Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui bagi Denny. Sambal ia membantu anak-anak keluar dari hidup jalanan, ia juga membantu anak-anak yang sama mempelajari kebudayaan dan Bahasa mereka sendiri. Harus ada input positif dalam hidup anak-anak ini, dan menurut Denny, input kebudayaan adalah salah satu cara terbaik untuk mempengaruhi hidup mereka.
“Saya tidak mau menyebut mereka sebagai ‘anak jalanan’,” kata Denny, “Saya memanggil mereka ‘adik-adik yang lupa jalan pulang’.” Mereka harus diberikan semangat untuk kembali pulang ke rumah mereka dimana mereka punya adik dan kakak, bapa dan mama dan sanak keluarga yang ingin membantu mereka bertumbuh. Apa yang Denny lakukan begitu tanpa pamrih. Dia tidak peduli apa yang orang lain pikirkan tentang dia. Dia bergaul dengan mereka yang disebut “golongan paling bawah” oleh masyarakat. Begitu pedulinya ia pada generasi berikut sampai ia ‘mengotori tangannya’ setiap hari, menjauhkan anak-anak dari jalanan, belajar bekerja, mempelajari keindahan budaya mereka dan berharap untuk masa depan. “Saya ingin memberikan mereka kesempatan yang sama seperti yang saya dapatkan ketika saya bertumbuh besar,” kata Denny. Dan itulah yang ia lakukan, tanpa pamrih, hari lepas hari membagikan hidupnya ke generasi selanjutnya.
Ketika kita menunjukkan kasih kita kepada mereka yang lebih muda, ketika kita melakukan sesuatu yang memerlukan pengorbanan, ketika kita berjuang untuk kesempurnaan sehingga adik-adik kita dapat meneladaninya, kita sedang menjadi seorang Rootsman. Kurangilah berpikir untuk diri sendiri, mari perbanyak berpikir mengenai orang lain dan mereka yang akan hidup setelah kita. Apa yang kita lakukan akan berdampak secara langsung pada kehidupan mereka. Pada intinya, kita bisa memilih untuk menjadi Akar, yang membawa kehidupan kepada batang pohon, ranting dan daun. Kita bisa memilih untuk menjadi bagian yang mempertahankan pohon tertanam dengan baik dan mandiri, dengan bangga berdiri kokoh dengan daun yang hijau berkilau dibawah terpaan sinar matahari. Kalau kita memilih untuk cuek dan tidak peduli terhadap generasi berikut, dan enggan menjadi ‘akar’ yang dibutuhkan oleh adik-adik kita, kita akan menyebabkan seluruh pohon roboh. Pilihan ada di tangan kita.
Translated by: Jerry Fakdawer


----------------------------------------------------------------------------------
Denny Jigibalom

If you want to be a Rootsman, your desire in doing so must be so that those who come after, the next generation, will have a place to step off from in order to reach a higher level. We must want the same opportunities, the same environment, and the same hope that we had, to be something accessible by those who come after. Our younger brothers and sisters, our daughters and sons, those who look up to us, they deserve so much. We in-turn must do everything in our ability to pave the path for the younger generation because they are the generation that will bring hope.
Since the days I was a little guy, I had so much respect for ka-ka Denny. He was been an example for me and has shown me so much about being a true Rootsman. Working his way through high-school and college and getting his pilot’s license, he now flies for Trigana all around Indonesia. He has also been an incredible husband and father, faithfully serving the needs of his family, day in and day out. On top of his job, he pours his heart into the lives of who he calls his, “my younger brothers who have forgotten the way home” (Adik-adik yang lupah jalan pulang). These are the street kids of Wamena who do not go to school, are homeless, jobless, and often without much else to do other than wander the streets. Denny loves these kids with all his heart. He sees them as the future as we all should. He knows the importance of the next generation and their value as the next hope for Papua.  
His focus is to pour into the lives of these kids and simply being a good example is such a simple and effective way to do this. Simply living a life that is selfless, kind, and loving is contagious and Denny’s hope is that these kids will make a change by seeing the good character he lives out. Denny also wants so bad to give these kids a second chance. Because the solution for the “street kid problem” is not as easy as telling them to go back to school or their families again, Denny takes it slow. He is so patient with the kids that he finds on the street. He will often take them to his house and allow them to stay for a night or two, but not for free. Denny wants to show his kids that if he gave everything to them for free, they would become dependent on him. By teaching them simple skills such as gardening, photography, and simple mechanics, Denny has given hope and independence to these kids. They are given a chance to work and be proud of what they earn.
            Another thing Denny does is fight for culture. He would do anything to help preserve the beauty of the indigenous Papuan people. In his own words Denny paints a picture of the cultural degradation that is happening in Papua. “The library of culture,” as Denny puts it, “is burning. Are we going to wait for the fire truck to get here and risk everything burning down or will we try with all our might to save the books we can and put out the fire with the water that we have?” Denny also strongly encourages the street kids to learn about their tribal dialect and indigenous culture. He tells his kids, “If your language and culture dies out, its finished. The people who can learn your language and culture are you!” In a way, Denny is killing two birds with one stone. While helping kids get off the streets, he is also helping those same kids learn their own tribal culture and language. The must be some source of positive input into these kids’ lives and according to Denny, a cultural input is one of best ways to impact their lives.
“I don’t want to call these kids ‘street kids’,” Denny says. “I want to call them ‘my younger brothers who have forgotten the way home’”. They need to be encouraged to return back to their homes to where they have older brothers and sisters, fathers and mothers, aunts and uncles who really help them grow. What Denny is doing is so selfless. He could care less about what others think of him. He hangs out with those who society would call “the bottom”. Denny cares for the next generation so much so that he daily gets his hands dirty, to help kids get off the street, learn to work, learn the beauty of their culture, and have hope for the future. “I want to give these kids the same opportunities I had growing up,” Denny says. And that is just what he is doing; selflessly, day-in and day-out pouring into the lives of the next generation.
When you show love to the younger ones, when you do something that requires sacrifice in order to help others, when you strive for perfection so that our adik-adik have a good example, you are being a Rootsman. Think less of yourself, think more of others and those who will come after. What we do directly impacts how their lives will be lived. In essence, we can choose to be roots, who bring life to the trunk, branches and leaves of the tree. We can choose to be what keeps the tree grounded and independent, proudly standing tall with its bright green leaves shimmering in the sun. For if we choose to neglect the next generation and not to be the roots that our adik-adik need, we might be risking the whole tree the chance of collapsing. The choice is yours.

By: Dani Maxey

Comments

Popular Posts