Bonny Lanny
(English translation below)
Sejak saya masi muda saya adalah penggemar berat pria
ini, terutama lagu hitsnya yang bergema di seluruh Lembah Baliem sampai hari
ini yang berkata “O Wamena... wim awok egarek ma, agamua… wam abok egarekma.
Elasi aput wim hule, wam hule O Wamena… netai palikmo”. Lagu ini menceritakan
tentang kerinduan untuk berada kembali di Lembah Baliem, seperti dikatakan di
lagu ini bahwa disana selalu ada perayaan dan jamuan daging babi dan asap dari
api “Bakar Batu” dapat terlihat dari mana saja, dari ujung Lembah yang satu ke
ujung yang lain.
Sama seperti
asap yang dapat terlihat dari seluruh bagian lembah yang ditulis dalam lagunya,
Bonny Lanny juga telah membuat dampak yang jelas terlihat di Lembah Baliem
melalui musik tradisionalnya. Bonny yang dibesarkan di bagian luar kota Wamena,
menggunakan bahasa lokal yaitu bahasa suku Dani dan menyanyikan lagu-lagu dan
senandung adat. Di usia yang masih muda, dia jatuh cinta dengan musik dan
menghabiskan banyak waktu bernyanyi dan bersenandung dengan teman-temannya. Dia
baru mulai membuat musik setelah dia berkuliah di Jayapura. Visinya adalah untuk
menciptakan sesuatu yang dapat membangkitkan rasa bangga bagi orang-orang suku
Dani terhadap kebudayaannya, tapi dia tidak punya latar belakang pendidikan
musik ataupun pengalaman dalam dunia rekaman. Namun dia tahu untuk membuat
sebuah karya musik ia harus memiliki alat musik kibord, sebuah gitar, dan
seperangkat mikrofon. Selama setahun ia menabung sampai akhirnya ia dapat
membeli peralatan yang ia butuhkan. Setahunnya lagi ia habiskan bereksperimen
dengan kibordnya sampai ia mampu memainkannya dan menciptakan nada-nada yang
dapat dijadikan suatu bangunan untuk jadi sebuah lagu.
Ciri khasnya,
yang menyerupai musik dari Pegunungan Tengah Papua New Guinea, menggabungkan
harmonisasi dan alat-alat tradisional dengan gaya Reggae kekinian. Melalui
bakat musik alami dan kemampuan otodidaknya, ia telah menciptakan musik yang
luar biasa yang kini diakui sebagai musik dari suku Dani. Kini, dia telah
menjadi sosok pelestari budaya di wilayah Pegunungan Bagian Tengah dan, seperti
yang saya telah saksikan, lambang dari Rootsman.
Dia mulai
membuat musiknya lalu membagikannya ke teman-teman dan keluarganya. Lagu hits
pertamanya, O Wamena, tersebar luas di seluruh masyarakat Dani Tengah karena
mereka mendengarkan musik bergaya Papua Nugini yang sangat mereka sukai, namun
liriknya ditulis dalam bahasa ibu mereka sendiri. Lagu hits lainya seperti
“Nirugwi Witawaya” dan “Ap Nit Palek” dapat didengar dimana saja dari stasiun
radio lokal sampai telepon genggam. Tentang Musiknya, Bonny mengatakan,
“Orang-orang, khususnya mereka yang tinggal di Pegunungan Tengah menyukai musik
saya karena lagunya yang dinyanyikan dalam bahasa mereka sendiri yang berarti
mereka tidak hanya mendengarnya, tapi juga merasakannya. Apa gunanya sebuah
musik kalau anda tidak bisa merasakannya? Dan kenapa harus membuat musik kalau
musik tersebut menyentuh pendengar dalam bahasa mereka sendiri dan menggerakan
orang-orang untuk menari?” Memang, agar menjaga satu kebudayaan dan bahasa
tetap lestari, kita membutuhkan seniman-seniman yang dapat melihat dengan jelas
apa yang kita rasakan dengan samar-samar. Kita perlu seniman untuk membantu kita
melihat apa yang kita ingin lihat; jika tidak maka bahasa daerah, musik
tradisional dan berbagai bentuk seni lain akan hilang dengan cepat.
Pemimpin Politik
keturunan Afrika-Amerika pada abad ke-20 bernama Marcus Garvey pernah berkata,
“orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan akan sejarah, asal muasal dan
kebudayaan mereka adalah seperti pohon tanpa akar.” Jadi supaya kita tidak
menjadi seperti pohon yang lemah yang mudah tumbang, kita perlu menunjukkan
akar kita. Bonny Lanny sedang melakukannya untuk banyak orang di wilayah
Pegunungan Papua. Dia memastikan akar tidak terputus dari pohon sehingga pohon
tersebut bisa tetap hidup. Kekhasan budaya merupakan hal yang begitu indah dan
betapa menyedihkan melihat kebudayaan secara perlahan mulai dilupakan di Papua.
Inilah mengapa saya begitu menghargai orang-orang seperti Bonny yang tidak
melakukannya untuk uang atau ketenaran tapi demi budaya. Dia hanya menerima
sangat sedikit dari apa yang ia lakukan dan ia pun tidak memiliki penghasilan
tetap, tapi ia berkata, “kalau saya tidak melakukan ini, siapa lagi? Dan kalau
tidak ada yang lakukan ini, putra dan putri saya tidak akan tahu bagaimana
leluhur kami berbicara dan bernyanyi.”
Orang-orang
Papua dikaruniai kemampuan musik yang luar biasa sejak lahir. Harmonisasi dapat
dengan mudah dilakukan oleh orang Papua manapun; satu kemampuan yang
membutuhkan waktu bertahun-tahun bagi orang Barat. Walaupun mereka nampaknya
tidak tahu teori musik apapun, banyak orang Papua yang dalam hitungan hari
dapat memainkan alat musik yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Bonny
berkata ini adalah satu karunia yang harus dimanfaatkan oleh orang Papua sampai
ke puncak potensinya. Oleh sebab itu, siapapun yang tertarik dapat datang ke
studio musik miliknya dimana ia mengajarkan orang-orang muda bermain gitar,
kibor dan belajar bagaimana caranya menggunakan software musik. Dia melihat ini
sebagai perannya dalam melestarikan bentuk kebudayaan dari suku Dani. “Kalau
saya dapat membuat lagu dalam bahasa Dani, dan mengajarkan anak-anak saya untuk
melakukan hal yang sama, generasi yang mendatang dapat mendengarkan bahasa
mereka sendiri dalam bentuk musik,” kata Bonny. “Ini adalah cara yang baik
untuk mereka belajar.” Bonny juga mereka senandung-senandung dan lagu-lagu
tradisional dengan alat musik akustik bernama “Iyara Iyara”. Kalau bukan karena
Bonny Lanny, semua itu akan dengan cepat dilupakan dan hilang selamanya.
Tidak banyak
orang seperti Bonny yang melakukan bagiannya dalam menyebarkan keindahan budaya
dan bahasa mereka tanpa dikenal banyak orang. Suatu sore ketika saya duduk di
studio rumahan miliknya, sambil melihat dia dengan begitu kreatif menggabungkan
musik tradisional dan kontemporer, saya berpikir ke diri saya sendiri, “Ini
dia! Seseorang yang melakukan apa yang ia cintai untuk melindungi kebudayaan
yang ia cintai.” Saya begitu bersemangat karena mengetahui bahwa lewat kerja
keras dan kesabaran melalui pergumulan, setidaknya ada beberapa akar kebudayaan
Dani yang masih utuh. Buka mata kita dan lihat orang-orang di sekeliling kita
yang melakukan apa yang mereka bisa lakukan untuk melestarikan kebudayaan.
Semoga kamu juga berjuang untuk menjadi seorang Rootsman!
Lihat
apa yang dilakukan oleh Bonny Lanny di channel YouTube miliknya: https://www.youtube.com/channel/UCS30_Tg9XsLsX1R_uH56FBw
Kunjungi
juga dokumenter singkat mengenai Bonny Lanny oleh Papuan Voices:
Translated by: Jerry Fakdawer
----------------------------------
I was a big fan of this man’s songs growing up, especially
his hit song that rings throughout the Baliem valley to this day which says “O
Wamena... wim awok egarek ma, agamua… wam abok egarekma. Elasi aput wim hule,
wam hule O Wamena… netai palikmo”. This is a song of yearning to be in the
Baliem valley in which this song says there are always celebrations and pig
feasts and the smoke from the “Bakar Batu” fires can be seen from one end of
the valley to the other.
Just like the smoke seen throughout
the valley that his song speaks about, Bonny Lanny’s music has also made a visible
impact on the Valley with his traditional music. Bonny, who was raised on the
outskirts of Wamena, grew up speaking the local Dani language and singing the
tribal songs and chants. At a young age, he fell in love with music and spent much
of his time singing and chanting with his friends. He only started making music
though once he went to college in the coastal city of Jayapur. His vision was
to create something for his people that would give the Dani pride in their
culture, but he had no background in music nor any experience with recording.
He knew however that to make music he had to have a keyboard a guitar and a
mic. For one year he saved up until he was finally able to purchase the
equipment he needed. For another year he experimented with his keyboard until
he was able to play and create melodies that could be the structure for a song.
His style, which resembles music
from the Central Highlands of Papua New Guinea, incorporates traditional
harmonies and instruments with a contemporary Reggae style. Through his natural
musical gifting and self-taught ability, he has created amazing music that the
Dani can call their own. Today he has become an icon of cultural preservation
in the Central Highlands and, as I have seen, the epitome of a Rootsman.
He then started making music and
sharing it to his friends and family. His first hit song, O Wamena spread like
wildfire as Central Dani people heard the familiar “New Guinea style” music
that they loved, but with lyrics in their mother tongue. Other hits of his such
as Nirugwi Witawaya, and Ap Nit Palek can be heard everywhere from the local
radio station to hand phones. About his music Bonny says “People, especially
the Central Highlanders, like my music because it is sung in their own language
which means they not only hear it, but they feel it.” What is music if you
don’t “feel it”? And why make music if it doesn’t touch people through their
own language and move people to dance? To keep a culture and language going, we
need artists who can see clearly what we feel vaguely. We need them to help us
see what we long to see, otherwise indigenous language, traditional music, and
other art forms will fade quickly.
As the early 20st
century African American political leader, Marcus Garvey once said, “A people without
the knowledge of their past history, origin and culture is like a tree without
roots.” So that we don’t become like a weak tree that will easily topple, we
need people to show us our roots. Bony Lanny is doing just that for many
highland Papuans. He is making sure the roots are not severed from the tree so
that it survives. Cultural individuality is such a beautiful thing and it is so
sad to see culture slowly being forgotten here in Papua. That is why I have a
huge respect for people like Bonny who do not do it for the money or fame but
for the culture. He receives very little from what he does and has no steady
income yet he says, “If Im not doing it, who else will. And if no one does it,
my son and daughter will not know the way our ancestors talked and sang.”
Papuans are naturally gifted with an
incredible musical ability. Harmonizing comes easy to so many, a skill that
takes many westerners years to develop. Although they might not know music
theory, many Papuans can pick up an instrument they have never seen and figure
it out within a few days. Bonny says that this gifting that the Papuan people
have has to be utilized to its full potential. Everyone who is interested therefore,
is welcome into his studio where he teaches young people how to play the
guitar, keyboard and how to use music software. He sees this as his role in
preserving the indigenous art forms of the Dani. “If I can make music in the
Dani language, and teach my children to do so as well, those who come after me
can listen to their own language in musical form,” Bonny says. “It’s a good way
for them to learn.” Bonny also records traditional chants and songs with
acoustic string instruments called “Iyara Iyara”. If it weren’t for Bonny
Lanny, these would quickly be forgotten and gone for good.
There are few People like Bonny who
without lots of recognition are doing their part in spreading the beauty of
their culture and language. As I sat one afternoon in his little make-shift
home studio, watching him creatively put together traditional and contemporary
music, I thought to myself, “This is what it is about! Just a guy doing what he
loves in order to preserve a culture he loves”. I’m so encouraged to know that
through the hard work and patient struggle, at least some of the Dani roots are
being kept intact. Open your eyes and see the people around you that are doing
what they can to preserve culture. May you also strive to be a Rootsman!
See more of what Bonny Lanny is doing on his YouTube
channel: https://www.youtube.com/channel/UCS30_Tg9XsLsX1R_uH56FBw
Also check out the short documentary of Bonny Lanny done by
Papuan Voices :
By: Dani
Comments
Post a Comment