Mira Wenda

Kakak perempuan ini bernama Mira Wenda. Dia bekerja di JPBA (Jaringan Peduli Bina Aksara) dalam literasi dan pengembangan kurikulum untuk membantu orang-orang belajar membaca dan menulis. Berjam-jam setiap hari ia dedikasikan untuk menciptakan sebuah sistem sehingga pria dan wanita dewasa, juga anak-anak dapat membaca. Seperti banyak orang lain, Mira mengetahui bahwa pendidikan masih cukup terbelakang di Papua. Dia bosan melihat bangunan sekolah yang kosong di banyak kampung-kampung dan wilayah terpencil di Tanah ini. Yang membuat hatinya semakin hancur adalah kenyataan bahwa di daerah-daerah pedalaman, sekolah-sekolah seringkali memberikan pelajaran hanya dalam bahasa Indonesia sementara murid-murid di pedalaman hanya tahu bahasa ibu mereka, sehingga murid-murid tidak bisa memahami pelajaran sama sekali, lalu timbul pemahaman bahwa murid di Papua adalah murid yang bodoh yang tidak dapat diajar dan tidak dapat setara dengan murid dari daerah lain di Indonesia, selain itu tidak ada kelas yang dikhususkan untuk para murid mempelajari bahasa mereka sendiri. Dia melihat bahwa inilah peran yang dapat ia jalankan untuk memutuskan siklus pendidikan yang buruk yang tidak dapat mengajarkan anak-anak dengan baik. “Masyarakat di kampung,” kata Mira, “perlu tahu bahwa bahasa yang mereka gunakan juga punya abjad, bisa dibaca, bisa ditulis dan juga, bisa dijadikan bahasa pengantar untuk mengajar.”
Seorang Rootsman sejati melihat pendidikan sebagai suatu kebutuhan bagi semua orang, dan tahu pentingnya kebutuhan dalam menghasilkan satu generasi yang baru. Mira sadar bahwa tanpa kemampuan membaca dan menulis, bertahan di dunia yang berubah begitu cepat adalah hal yang sangat sulit. Dalam hatinya ada semangat untuk membuat kurikulum yang memungkinkan semua orang dapat kesempatan untuk belajar. Dengan mengajarkan seseorang kemampuan untuk membaca, Mira tidak hanya membuka kesempatan bagi mereka, dia juga melestarikan dialek asli mereka. Saat ini ia sedang mengerjakan    sebuah buku tentang literasi dalam bahasa Lanny, bahasanya sendiri, yang menurutnya dapat saja punah dengan cepat; hal yang sama juga terjadi dengan banyak bahasa-bahasa di Papua.
Kadang melihat permasalahan pendidikan di Papua dapat melemahkan semangat. Sementara saya berbincang dengan dia saya mendesah dan menggelengkan kepala sebagai tanda berkecil hati. Langsung setelah itu, dia bilang kepada saya, “Ya, kalau kamu mau terus patah semangat tentang keadaan disini, kapan kita bisa bangkit? Kita harus mulai sendiri secara mandiri, mulai lakukan sesuatu, karena mengubah pola pikir masyarakat kita di Papua ini bukan hal yang mudah dan akan makan banyak waktu. Orang-orang Papua saat ini berpikir bahwa bekerja sebagai Pegawai Negeri adalah hal terbaik di dunia. Pikiran seperti inilah yang harus kita ubah.” Dan perlahan pemikiran ini berubah. Orang-orang mulai melihat bahwa ada banyak pekerjaan lain yang dapat dikerjakan selain hanya menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil.
Kaka Perempuan ini begitu memotivasi saya dengan begitu luar biasa hari itu ketika saya berbincang dengan dia. Dia mengatakan dia tidak menerima gaji untuk pekerjaan yang dia lakukan. Dia hanya sukarelawan yang menerima sumbangan, tapi selain itu dia tidak memiliki penghasilan tetap. Buah dari pekerjaannya bukanlah uang. Mira menganggap bahwa saat dia bisa melihat orang Papua belajar membaca dan menulis dalam bahasanya sendiri, itu adalah gajinya.
Seseorang pernah berkata” “Karakter adalah bagaimana kamu memperlakukan mereka yang tidak bisa melakukan apa-apa untukmu.” Butuh sebuah hati yang berbeda untuk membantu mereka yang mungkin tidak akan pernah bisa membalas dengan apapun. Seorang Rootsman sejati adalah seseorang yang menyadari kenyataan ini tapi terus memberikan seluruh kemampuannya sepenuh hati.
Mengakhiri percakapan kami, Mira bilang kepada saya untuk mengatakan kepada teman-teman saya, “siapa yang mau kerja? Kalau kamu mau kerja untuk masyarakat kita, ayo! Mari kerja!”
Semoga kisah Mira memberi inspirasi bagi kamu dan semoga kamu terus melihat mereka yang berbuat baik untuk orang-orang Papua tanpa memikirkan dirinya sendiri. Seperti yang Mira katakan, “Bukan cuma saya; ada banyak sukarelawan lain yang bekerja bagi masa depan orang-orang Papua.” Entahkah itu dalam bidang kesehatan, pendidikan, kebudayaan, budaya, seni dan Bahasa; kita semua bisa memainkan peran kita dalam membantu Tanah ini terus berkembang tapi tetap ingat kepada asal-usul atau akarnya.
Hidup Rootsman!
Translated by: Jeremy Fakdawer
---------------------------------

This is Mira Wenda. She works at JPBA (Jaringan Peduli Bina Aksara) in literation and developing curriculums to help people learn to read and write. Hours of time every day she dedicates to creating these systems so that men, women, and children can have the ability to read. Mira, like so many, know that education is quite lacking here in Papua. She is tired of seeing empty school buildings throughout the villages and remote areas of this land. What devastates her also is knowing that areas that have schools teach completely in the Indonesian language. The students, who often only know their mother tongue, do not fully understand the lessons they are receiving in school. This has generated a steriotype that students in Papua are dumb and are not on the same level in ability as other students in the rest of Indonesia.  Most of the time, there are no classes set aside for students to learn about their own language. She sees it as her role to break the cycle of children with a poor education unable to teach their own children. “People in the villages,” Mira says, “need to know that the language they speak has a alphabet, can be read, and can be written and can be made into effective teaching curriculum.
A true Rootsman sees education as a necessity for everyone and knows its importance in the conception of the next generation. Mira is aware that without the ability to read and write, it is very difficult to make it by in this world that is changing so quickly. Her heart is to create curriculums so that everyone has a chance to learn. By giving someone the ability to read a write, Mira is not only opening up opportunity for them, she is enabling the perpetuation of their indigenous dialect. Currently she is working on a literacy book in Lanny, her own language which she says could soon die out soon. This is also the case with so many other languages in Papua.
It can often get discouraging when looking at the problems of education in Papua. While speaking to her I let out a big sigh and shook my head in a disheartened manner. Right after this she said to me, “Ya, If you want to continue being discouraged about the situation here, when are we ever going to rise up? We have to start on our own and do something because changing mindset here in Papua is not easy and will take a lot of time. The way people are thinking currently is that government jobs are considered the best things in the world. This way of thinking is what we have to change.” And slowly this is changing. People are seeing that there are so many good things other than government work that one can be involved in.
This inspiring woman motivated me in an incredible way that day I talked to her. She told me that she receives no salary for her work. She is but a volunteer with an occasional stipend but otherwise has no consistent income. The fruit of her labor is not money. Mira considers her wages seeing the Papuan people learning to read and write in their own language. Someone once said that “Character is how you treat those who can do nothing for you”. It takes a different kind of heart to help people who will probably not be able to give anything in return. A Rootsman is someone who is very aware of this but continues to give it their all.
Ending our conversation Mira said to me to tell my friends, “Who wants to work? If you want to work for our people, come on, let’s do it!” May Mira’s story inspire you and may you continue to see those who are selflessly doing good for the sake of their people here in Papua. As Mira says, “It is not only me but there are so many other volunteers that are working invest in the people.” Weather it is in health, education, culture, the arts, and language, we can all play our part in helping this land grow and yet still remember its roots.
Rootsman live on!
By: Dani 

Comments

  1. S'mga semakin banyak Kaka Mira Wenda diluar sana

    ReplyDelete
  2. Salut dan Hormat buat kk mira. Sayangnya orang orang seperti kk mira ini hanya 1:100 dari anak anak papua yang mengenyam pendidikan tinggi serta mengerti dan paham betul kondisi saudara kita didaerah. Mereka yang notabennya penerima beasiswa otsus dan bantuan pendidikan dari pemerintah daerah malah berakhir bekerja di kota besar dari pada kembali ditanah ini dan mengabdi.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts